Monday, April 15, 2013

SAPU TANGAN UNTUK ADIKKU Oleh Rafael Stefan Lawalata

Beribu jalan berjajar untuk dipilih, satu terpilin lainnya berputar.
Dalam persimpangan kujumpa seorang, yang tak kukenal dan kukira.
Duduk termenung tersorot lampu jalan, menggigil kedinginan tanpa api.
Pakainnya lusuh, matanya merah.
Kehilangan arah untuk pergi dan kembali.

Sup yang kumasak akan kuberi.
Sesuap kehangatan mengisi, satu mangkok mengeyangkan.
Hingga menjadi kuat dan mampu berjalan, menuju jalannya yang terpisah.

Beberapa waktu kujumpa kembali.
Meraung keras memecah sucinya malam.
Air mata mengalir bagaikan air terjun.
Tak berhenti walau tersumbat kata-kata.

Kuberi sebuah saputangan tanpa renda,
Saputangan yang kujahit dengan penuh kasih sayang.
Untuknya menyeka segala belas kasih, menghapus noda derita dan luka asmara.

Saputangan putih tanpa lubang,
Menyeka wajah dan tubuh yang malang.
Saputangan yang dibawa pulang,
Untuk disimpan dan dijaga selamanya.

Janjinya kembali dan tersenyum.
Menangis bukan tuntutan nona pemilik cinta.
Masih teringat wajah cerianya, yang kuletakkan dalam rumah kecilku.
Walau bukan satu darahku, walau tidak setetes pun mengikat, walau tidak ada cinta, dia menjadi adik yang tersayang.

Kini bajunya terajut dari benang harapanku.
Dikenakan dalam hidupnya, untuk berjalan tanpa menengok ke belakang.
Kembalilah pulang, untukmu pintuku selalu terbuka.
Adik yang manis, buang ragu dan duka, aku berdiri di belakang memberi saputangan untukmu.

No comments:

Post a Comment

Popular Post